Tuesday, December 8, 2009

3 X 8 = 23?

Yan Hui adalah murid kesayangan Confusius yang suka belajar, sifatnya baik. ada suatu hari ketika Yan Hui sedang bertugas, dia melihat satu toko kain sedang dikerumunin banyak orang. Dia mendekat dan mendapati pembeli dan penjual kain sedang berdebat.

Pembeli berteriak: "3×8 = 23, kenapa kamu bilang 24?"

Yan Hui mendekati pembeli kain dan berkata: "Sobat, 3×8 = 24, tidak usah diperdebatkan lagi."

Pembeli kain tidak senang lalu menunjuk hidung Yan Hui dan berkata: "Siapa minta pendapatmu? Kalaupun mau minta pendapat mesti minta ke Confusius. Benar atau salah Confusius yang berhak mengatakan."

Yan Hui: "Baik, jika Confusius bilang kamu salah, bagaimana?"

Pembeli kain: "Kalau Confusius bilang saya salah, kepalaku aku potong untukmu. Kalau kamu yang salah, bagaimana?"

Yan Hui: "Kalau saya yang salah, jabatanku untukmu."

Keduanya sepakat untuk bertaruh, lalu pergi mencari Confusius. Setelah Confusius tau duduk persoalannya, Confusius berkata kepada Yan Hui sambil tertawa: "3×8 = 23. Yan Hui, kamu kalah. Kasihkan jabatanmu kepada dia."

Selamanya Yan Hui tidak akan berdebat dengan gurunya. Ketika mendengar Confusius bilang dia salah, diturunkannya topinya lalu dia berikan kepada pembeli kain. Orang itu mengambil topi Yan Hui dan berlalu dengan puas.

Walaupun Yan Hui menerima penilaian Confusius tapi hatinya tidak sependapat. Dia merasa Confusius sudah tua dan pikun sehingga dia tidak mau lagi belajar darinya. Yan Hui minta cuti dengan alasan urusan keluarga. Confusius tahu isi hati Yan Hui dan memberi cuti padanya. Sebelum berangkat, Yan Hui pamitan dan Confusius memintanya cepat kembali setelah urusannya selesai, dan memberi Yan Hui dua nasehat : "Bila hujan lebat, janganlah berteduh di bawah pohon. Dan jangan membunuh." Yan Hui bilang, "Baiklah," lalu berangkat pulang.

Di dalam perjalanan tiba-tiba angin kencang disertai petir, kelihatannya sudah mau turun hujan lebat. Yan Hui ingin berlindung di bawah pohon tapi tiba-tiba ingat nasehat Confusius dan dalam hati berpikir untuk menuruti kata gurunya sekali lagi. Dia meninggalkan pohon itu. Belum lama dia pergi, petir menyambar dan pohon itu hancur. Yan Hui terkejut, nasehat gurunya yang pertama sudah terbukti. Apakah saya akan membunuh orang? Yan Hui tiba dirumahnya sudah larut malam dan tidak ingin mengganggu tidur istrinya. Dia menggunakan pedangnya untuk membuka kamarnya. Sesampai didepan ranjang, dia meraba dan mendapati ada seorang di sisi kiri ranjang dan seorang lagi di sisi kanan. Dia sangat marah, dan mau menghunus pedangnya. Pada saat mau menghujamkan pedangnya, dia ingat lagi nasehat Confusius, jangan membunuh. Dia lalu menyalakan lilin dan ternyata yang tidur disamping istrinya adalah adik istrinya.

Pada keesokan harinya, Yan Hui kembali ke Confusius, berlutut dan berkata: "Guru, bagaimana guru tahu apa yang akan terjadi?" Confusius berkata: "Kemarin hari sangatlah panas, diperkirakan akan turun hujan petir, makanya guru mengingatkanmu untuk tidak berlindung dibawah pohon. Kamu kemarin pergi dengan amarah dan membawa pedang, maka guru mengingatkanmu agar jangan membunuh". Yan Hui berkata: "Guru, perkiraanmu hebat sekali, murid sangatlah kagum." Confusius bilang: "Aku tahu kamu minta cuti bukanlah karena urusan keluarga. Kamu tidak ingin belajar lagi dariku. Cobalah kamu pikir. Kemarin guru bilang 3×8=23 adalah benar, kamu kalah dan kehilangan jabatanmu. Tapi jikalau guru bilang 3×8=24 adalah benar, si pembeli kainlah yang kalah dan itu berarti akan hilang 1 nyawa. Menurutmu, jabatanmu lebih penting atau kehilangan 1 nyawa yang lebih penting?"

Yan Hui sadar akan kesalahannya dan berkata : "Guru mementingkan yang lebih utama, murid malah berpikir guru sudah tua dan pikun. Murid benar2 malu."Sejak itu, kemanapun Confusius pergi Yan Hui selalu mengikutinya.

Cerita ini mengingatkan kita: Jikapun aku bertaruh dan memenangkan seluruh dunia, tapi aku kehilangan kamu, apalah artinya. Dengan kata lain, kamu bertaruh memenangkan apa yang kamu anggap adalah kebenaran, tapi malah kehilangan sesuatu yang lebih penting. Banyak hal ada kadar kepentingannya. Janganlah gara-gara bertaruh mati-matian untuk prinsip kebenaran itu, tapi akhirnya malah menyesal, sudahlah terlambat.

Banyak hal sebenarnya tidak perlu dipertaruhkan. Mundur selangkah, malah yang didapat adalah kebaikan bagi semua orang.

Sunday, November 29, 2009

Shadow Side of Ethics @ Work

Shadow Side of Ethics @ Work

Apa itu Shadow Side of Ethics? Apa pula kaitannya "@ work"? Mungkin istilah ini juga buatan saya sendiri, ada baiknya kita lupakan buatan siapa istilah ini ataupun empiris atau tidaknya istilah ini ataupun populer atau tidaknya istilah ini karena sesuatu hal bisa populer toh juga karena konsensus bersama bahwa istilah itu tepat atau cocok dipakai dan generasi selanjutnya juga tinggal memakai saja dan kadang-kadang entah betul entah salah juga tinggal meneruskan memakai saja, jadi kembali ke laptop, mari kita lanjutkan ke konten atau isi yang ingin saya sampaikan dari istilah ini.


Pengertian Etika Menurut Beberapa Pakar

Drs. O. P. Simorangkir
Etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai yang baik

Drs. Sidi Gajalba
Etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal

Drs. H. Burhanudin Salam
Etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.

Berdasarkan penjabaran dari beberapa pakar di atas, ada beberapa poin yang bisa kita petik mengenai etika, yaitu :
1. Etika adalah nilai dan norma moral
2. Etika menyangkut penilaian mengenai baik dan buruk
3. Etika menentukan atau mengarahkan perilaku manusia dalam hidupnya
4. Etika terbatas pada sejauh yang bisa ditentukan oleh akal

Jika boleh kita merumuskan ulang, maka pengertian etika berdasarkan pandangan para ahli tersebut adalah :

Etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moral manusia dalam berperilaku dalam hidupnya dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang bisa ditentukan oleh akal.

Karena sifatnya yang berupa nilai-nilai dan norma-norma, maka biasanya etika ini tidak bisa diterapkan atau diungkapkan secara apa adanya dalam suatu aturan ataupun hukum. Oleh karena itu, etika lebih enak atau tepat untuk SAYA sebut sebagai unspokeable rules.

Makin banyak istilah? jangan bingung, karena saya tidak bermaksud menambah bingung, hanya membuat istilah sesaat saja untuk menambahkan penekanan-penekanan pada istilah-istilah yang nantinya akan coba saya sampaikan.


Shadow Side of Ethics

Pada penerapannya, etika ini juga masih dibagi 2 :
1. Etika yang pantas atau tepat untuk disampaikan
2. Etika yang tidak atau kurang pantas atau tepat untuk disampaikan

Rasanya sangat aneh bukan? sudah disebut sebagai unspokeable rules, masih juga ada yang tidak atau kurang pantas untuk disampaikan. Tetapi begitulah faktanya. Ketika etika, terutama yang tidak pantas untuk disampaikan, ini dilanggar, maka suasana juga akan tidak nyaman bagi sebagian atau bahkan semua pihak yang terlibat. Contoh dari hal ini akan bisa didapatkan di bagian selanjutnya dari tulisan ini.


Shadow Side of Ethics at Work

Apa itu Shadow Side of Ethics at Work (SSEW)?

Bisa dikatakan karena karakter dari etika adalah unspokeable rules, disisi lain, masih juga ada etika yang tidak atau kurang pantas diungkapkan, maka etika ini mempunya sisi gelap atau bayangan tersendiri. Kita ambil contoh mengenai etika dalam bekerja seperti di bawah ini.

Sudah menjadi etika dalam bekerja dan etos kerja bagi setiap pekerja bahwa ada aturan main dalam pekerjaan atau perusahaan atau kantor :
1. Rantai komando dalam suatu perusahaan mengikuti struktur organisasi
2. Perkataan atasan kepada bawahan pada hakekatnya adalah sebuah perintah dan kewajiban bagi bawahan untuk mematuhinya.

Secara pribadi bahkan ayah saya menanamkan sebuah prinsip kerja kepada saya ketika saya masih kecil yaitu "saat bekerja nanti, jadilah atasan yang baik atau bawahan yang baik, jangan nanggung karena orang yang nanggung itu pengacau".

Berdasarkan kedua hal di atas, jika boleh sekali lagi kita simpulkan atau tafsirkan, tentunya penafsiran ini dalam konteks wacana sehingga masih pantas untuk dituliskan :
1. Rantai komando di sebuah organisasi mengikuti struktur organsasi
2. Perkataan atasan adalah perintah
3. Jika diperbolehkan untuk berdiskusi, hal itu adalah karena kearifan dari seorang atasan untuk mendengarkan pendapat bawahannya. Jadi berdiskusi dengan atasan bukanlah hak sebagai bawahan melainkan karena kearifan dari seorang atasan.

Secara ekstrim, tidak ada kamusnya seorang bawahan boleh membantah, menolak, bahkan menganulir keputusan atasan. Boleh berdiskusi saja pada hakekatnya sudah bersyukur karena mempunyai atasan yang arif.

Tetapi sering sekali kita lihat di dunia kerja akan adanya perdebatan sengit antara atasan dan bawahan yang masing-masing mempertahankan konsep mereka dan masing-masing juga berbicara atas nama kebaikan perusahaan atau organisasi.

Apapun topik dan atas namanya, berdasarkan intisari etika kerja di atas, tentunya tidak pantas jika seorang bawahan berani berdebat dengan atasannya. Disini yang seharusnya terjadi, maksimal, adalah terjadinya diskusi dalam koridor sopan dan sesuai etika di dunia kerja antara atasan dan bawahan.

Di sisi lain, sesuai topik kita kali ini yaitu mengenai SSEW, jika sang atasan yang berada di dalam situasi tersebut mengingatkan secara langsung kepada bawahannya dengan mengatakan, "Saya adalah atasan anda dan ini berarti perkataan saya adalah perintah" atau dengan mengatakan, "sesuai struktur organisasi, saya adalah atasan anda, jadi hargailah itu", tentunya akan terasa tidak tepat bukan? salah-salah, sang atasan malah disebut tidak bijaksana, padahal seperti saya sampaikan tadi, membolehkan bawahan berdiskusi dengan atasan saja sebenarnya sudah merupakan kearifan seorang atasan. Inilah yang saya sebut sebagai shadow side of ethics at work.

Karena etika kerja tersebut bersifat unspokeable rules, maka etika tersebut bukanlah merupakan suatu peraturan atau hukum tetapi lebih bersifat kepada moral dari para pelaku. Dan karena moral tersebut tidak tepat untuk disampaikan secara langsung, maka sangat besar kemungkinannya bahwa pembicaraan atau diskusi atau debat menjadi tidak baik dan tidak sehat.


SOLUSI

Lalu bagaimana baiknya?
1. Tahu diri dan posisi
2. Dewasa
3. Percaya
4. Kembali ke laptop


Tahu Diri dan Posisi

Seperti kata ayah saya, "Jika bekerja nanti, jadilah atasan yang baik atau bawahan yang baik.........".

Dengan tahu diri dan posisi, baik kita ini atasan ataupun bawahan, maka semua akan berjalan baik dan semua pihak akan nyaman. Tetapi sebaliknya jika kita tidak mau tahu diri dan posisi dan melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan etika, maka bisa dipastikan akan ada pihak yang merasa tidak nyaman dengan hubungan tersebut.

Jika anda adalah seorang kepala bagian (KaBag), tentunya anda diangkat dan bertanggungjawab kepada manajer anda, manajer anda, tentunya diangkat dan bertanggungjawab kepada direktur. Direktur anda juga demikian, diangkat dan bertanggungjawab kepada komisaris.

Jika seorang manajer memberikan perintah A kepada KaBag-nya, sementara untuk kasus yang sama sang direktur memberikan perintah B kepada sang KaBag, tentunya berdasarkan rantai komando tidak akan ada keraguan bagi sang KaBag untuk mengikuti perintah sang direktur, apalagi malah sang kabag mengikuti perintah manajer dan mengabaikan perintah direktur, mengapa?
1. Secara struktural dan rantai komando jabatan seorang direktur lebih tinggi dari manajer
2. Pertimbangan dan wawasan seorang direktur tentunya lebih baik daripada seorang manajer, sehingga sudah sewajarnya jika seorang direktur memiliki lebih banyak parameter didalam pengambilan suatu keputusan, apalagi menyangkut intervensi. Sehingga jika seorang direktur memutuskan melakukan intervensi terhadap keputusan pejabat di bawahnya, tentunya sang direktur memandang itu perlu dan sang bawahan harus tahu diri dan posisi.

Seperti halnya di dalam sebuah tubuh yang sehat, masing-masing memiliki fungsi dan masing-masing memiliki strata sesuai aturannya. Jika tangan melawan perintah otak, tentunya bisa disebut bahwa tubuh sudah tidak sehat, pada khususnya, tangan tersebut sakit. Jika sakit sudah tidak bisa disembuhkan, tentunya seorang dokter yang baik juga akan merekomendasikan untuk diamputasi saja daripada tangan tersebut membahayakan keseluruhan tubuh, bahkan jiwa pemiliknya atau bahkan jiwa orang lain. Demikian juga di dalam sebuah organisasi. Jika ada 1 komponen yang berjalan di luar fungsi dan stratanya, tentunya komponen tersebut bisa dikatakan sakit. Jika sakit berlanjut terus dan tidak bisa disembuhkan, tentunya mau tidak mau komponen tersebut harus diamputasi karena bisa membahayakan keseluruhan organisasi.


Dewasa

Bagaimana bisa tahu diri dan posisi? tentunya dengan kedewasaan. Hanya orang yang telah dewasa yang bisa berbesar hati, baik untuk tahu diri, posisi maupun bersikap dewasa sesuai dengan posisi ketika sesuatu hal yang tidak diinginkan terjadi.

Dengan kedewasaan kita bisa memisahkan mana permasalahan profesional kerja dan mana yang merupakan masalah pribadi sehingga kita tidak larut dalam emosi dimana akibatnya bisa saja seorang atasan memutuskan keputusan profesional dengan berlandaskan pada alasan pribadi atau sebaliknya seorang bawahan akan menerima keputusan dari atasannya dan bertindak sebagai seorang profesional dengan tidak mengaitkannya dengan permasalahan pribadi dari sang atasan.


Percaya

Seringkali ada keluhan dari seorang bawahan kepada atasannya (dan keluhan-keluhan lain yg senada), "Atasanku sering sekali main dan minum di bar, apa pantas omongannya saya dengarkan?".

Ini namanya mencampuradukkan urusan profesional dengan urusan pribadi. Kalau disebutkan dia atasan, berarti konteksnya adalah konteks profesional, tetapi mengapa di belakangnya sang bawahan mengatakan bahwa karena sang atasan sering minum di bar sehingga dia mempertanyakan kata-kata atasannya?

Perkara atasan sering minum di bar apa hubungannya dengan profesional pekerjaan, dalam hal ini perkataan dari sang atasan? Apakah karena alasan pribadi tersebut berarti kita boleh mengabaikan rantai komando seperti dalam struktur organisasi?

Mentalitas yang perlu dimiliki oleh bawahan dalam hal ini adalah PERCAYA.

Jika anda adalah bawahan, saya menganjurkan untuk percaya kepada atasan anda. Bekerja tanpa rasa percaya kepada atasan adalah percuma dan jelas salah. Jika memang anda tidak percaya kepada atasan anda, lebih baik anda mengundurkan diri dan mencari perusahaan dengan pimpinan yang bisa anda percaya. Jika tidak ada satupun atasan yang bisa anda percaya di dunia ini, jalan termudahnya adalah anda harus mendirikan perusahaan anda sendiri dan andalah atasan di perusahaan tersebut. Mudah bukan?


Kembali ke Laptop

Pada akhirnya kita kembali ke laptop :
1. Perusahaan adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan yang sama dan masing-masing menyadari hanya bisa mencapai tujuan tersebut dengan bekerjasama.
2. Etika atau etos kerja tidak lain hanya tuntunan moral yang diharapkan menjadikan perilaku setiap komponen dari perusahaan menjadi lebih baik dan membuat rekan seperusahaan menjadi nyaman dalam bekerja.
3. Kedewasaan sangat menentukan setiap keputusan dan perilaku anda sehari-hari dalam bekerja.
4. Hei.....kita mencari makan di dalam sebuah perusahaan yang sama kan? so, mari kita ciptakan lingkungan kerja yang terpimpin dan lebih nyaman sehingga produktivitas meningkat dan kesejahteraan meningkat. Itu yang anda harapkan bukan?

Have a nice day for work...................