Monday, December 13, 2010

Pekerjaan dan Kemuliaan Tuhan

Bila ku renungkan
Betapa beruntungnya diriku
Ku dapat mengenalMu
dan merasakan kasihMu

Bila ku bayangkan
Mengapa Kau menyelamatkanku
Ku bersyukur selalu
Kau ada dalam hidupku

Walau saat ini dunia tak mengerti
Mengapa hatiku mengasihiMu
Suatu saat nanti pasti kan terbukti
Kau pilihan terbaikku

******

Pagi ini saya tersentuh dengan lagu yang dinyanyikan oleh Nikita, mantan penyanyi cilik yang sekarang sudah beranjak remaja.

Satu hal yang seringkali lupa saya syukuri bahwa betapa beruntungnya saya mengenal Tuhan, mengerti dan merasakan kasihNya. Hal ini sepintas terlihat biasa-biasa saja tetapi saya jadi merinding jika membayangkan bagaimana halnya jika saya tidak mengenal Tuhan dan suaraNya melalui nurani saya.

Terbayang betapa kerasnya hidup di saat ini. Kualitas hasil pekerjaan yang seharusnya menjadi tujuan dari pekerjaan dan sebagai karya yang membanggakan dan digunakan untuk memuliakan Tuhan sudah tergeser oleh uang sebagai tujuan dari pekerjaan.

Tidak jarang karena tujuan-tujuan tersebut timbul perselisihan yang tidak seharusnya terjadi. Hasil pekerjaan yang seharusnya kembali kita gunakan untuk memuliakan Tuhan malah menjadi bumerang saat menjadi sumber perselisihan.

Tidak jarang karena ingin secepatnya mendapatkan uang dalam jumlah tertentu, malah kadang-kadang dalam jumlah sebanyak-banyaknya, seseorang melakukan jalan-jalan pintas yang jelas tidak berada di jalan yang dikehendaki Tuhan.

Mengingat itu semua sekalipun merinding sekaligus juga saya bersyukur bahwa saya masih diberi keberuntungan mengenal Tuhan dan selalu melakukan refresh terhadap tujuan pekerjaan saya untuk kembali kepada tujuan semula yaitu berkarya dan memuliakan Tuhan.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa uang juga diperlukan, tetapi puji Tuhan hingga saat ini saya diberikan pengertian bahwa uang merupakan besaran nilai karya saya dan kualitas diri saya, bukan tujuan utama. Semakin berkualitas hasil karya saya dan semakin berkualitas diri saya, maka penghargaan yang seringnya berupa uang ini akan meningkat dengan sendirinya. Sehingga, saat ini, saya masih berpandangan bahwa jika ingin lebih sejahtera, maka yang perlu ditingkatkan adalah kualitas diri saya dan ini akan berdampak pada meningkatnya kualitas hasil karya saya dan semakin berkualitas hasil karya seseorang akan semakin berharga pula hasil karya tersebut.

Semoga sampai nanti saya masih bisa tetap diperkenankan mengenal Tuhan dan berjalan di jalan yang dikehendaki olehNya. Semoga saat saya bekerja saya masih tetap berorientasi untuk memuliakan Tuhan melalui cara kerja dan hasil karya pekerjaan saya, walaupun mungkin terlihat tidak lazim di jaman sekarang ini.......

"Walau saat ini dunia tak mengerti
Mengapa hatiku mengasihiMu
Suatu saat nanti pasti kan terbukti
Kau pilihan terbaikku"

Thx GOD!

Monday, March 8, 2010

Beyond The Customer Satisfaction

Apa itu Beyond The Customer Satisfaction? Terlebih dahulu perlu kita samakan persepsi bahwa istilah ini muncul dengan mindset What's next dalam konteks Continuous Improvement. Istilah ini mengisyaratkan bahwa ada hal-hal baru pasca "Customer satisfaction". Beyond The Customer Satisfaction (BTCS) adalah sikap mental kita dalam usaha meningkatkan kepuasan pelanggan dengan menggunakan sudut pandang pelanggan itu sendiri.

Cara memandang BTCS ini sudah digunakan oleh beberapa perusahaan di Indonesia seperti misalnya ice cream walls yang meluncurkan produk barunya yaitu tas ice cream yang mampu mengurangi proses pencairan ice cream. Sudah menjadi rahasia umum bahwa saat kita mempertimbangkan untuk membeli ice cream, di supermarket misalnya, maka kita juga mempertimbangkan waktu tempuh kita untuk sampai ke rumah. jika waktu tempuh kita lama, tentunya kita tidak akan membeli ice cream tersebut karena pasti akan cair dan tidak enak dimakan saat kita sampai di rumah.

Di sisi lain, posisi walls adalah produsen ice cream yang biasanya hanya berpikir mengenai kepuasan distributor dan reseller-nya (pelanggan tingkat 1), tetapi dalam kasus ini walls memikirkan perilaku end user dari produknya dimana sebenarnya posisi pelanggan end user ini ada di posisi pelanggan tingkat 2 atau bisa dikatakan pelanggannya para pelanggan tingkat 1 atau bisa dikatakan lagi pelanggannya pelanggan. Untuk hal ini saya coba berikan istilah bahwa ice cream walls sudah mempunya cara memandang "Beyond The Customer Satisfaction is Customer's Customer Satisfaction".

Sebagai catatan, saya menyebutkan nama perusahaan dan merk-nya tidak lain hanya merupakan apresiasi saya terhadap apa yang dilakukan oleh yang bersangkutan serta dalam upaya mempermudah pemahaman atas tulisan ini, tanpa bermaksud melakukan promosi atau kepentingan lainnya.

Apa yg dilakukan oleh walls ini menginspirasi kita untuk mulai berpikir bahwa untuk bisa tampil beda tentu kita harus selalu siap berubah dimana perubahan tersebut, salah satunya, bisa dimulai dengan melakukan definisi ulang atau redefine dari stakeholder kita. Jika semula, misalnya, stakeholder kita meliputi people, customer dan shareholder, maka pada poin customer ini yang perlu kita definisikan lebih luas lagi meliputi, customer dan customer's customer (pelanggannya pelanggan).

Dari keseluruhan catatan di atas, kita bisa belajar dan mulai menguji paradigma kita yang ada saat ini. Jika sebelumnya kita mempunyai paradigma "Kita harus selalu siap untuk berubah", maka dengan adanya catatan di atas, kita harus mempunyai pandangan "Seberapa cepat kita bisa berubah?"

Dan kembali lagi, fokus utama dari paradigma baru ini tentu saja kemampuan SDM yang ada saat ini. Seberapa cepat SDM bisa berubah?