Monday, March 8, 2010

Beyond The Customer Satisfaction

Apa itu Beyond The Customer Satisfaction? Terlebih dahulu perlu kita samakan persepsi bahwa istilah ini muncul dengan mindset What's next dalam konteks Continuous Improvement. Istilah ini mengisyaratkan bahwa ada hal-hal baru pasca "Customer satisfaction". Beyond The Customer Satisfaction (BTCS) adalah sikap mental kita dalam usaha meningkatkan kepuasan pelanggan dengan menggunakan sudut pandang pelanggan itu sendiri.

Cara memandang BTCS ini sudah digunakan oleh beberapa perusahaan di Indonesia seperti misalnya ice cream walls yang meluncurkan produk barunya yaitu tas ice cream yang mampu mengurangi proses pencairan ice cream. Sudah menjadi rahasia umum bahwa saat kita mempertimbangkan untuk membeli ice cream, di supermarket misalnya, maka kita juga mempertimbangkan waktu tempuh kita untuk sampai ke rumah. jika waktu tempuh kita lama, tentunya kita tidak akan membeli ice cream tersebut karena pasti akan cair dan tidak enak dimakan saat kita sampai di rumah.

Di sisi lain, posisi walls adalah produsen ice cream yang biasanya hanya berpikir mengenai kepuasan distributor dan reseller-nya (pelanggan tingkat 1), tetapi dalam kasus ini walls memikirkan perilaku end user dari produknya dimana sebenarnya posisi pelanggan end user ini ada di posisi pelanggan tingkat 2 atau bisa dikatakan pelanggannya para pelanggan tingkat 1 atau bisa dikatakan lagi pelanggannya pelanggan. Untuk hal ini saya coba berikan istilah bahwa ice cream walls sudah mempunya cara memandang "Beyond The Customer Satisfaction is Customer's Customer Satisfaction".

Sebagai catatan, saya menyebutkan nama perusahaan dan merk-nya tidak lain hanya merupakan apresiasi saya terhadap apa yang dilakukan oleh yang bersangkutan serta dalam upaya mempermudah pemahaman atas tulisan ini, tanpa bermaksud melakukan promosi atau kepentingan lainnya.

Apa yg dilakukan oleh walls ini menginspirasi kita untuk mulai berpikir bahwa untuk bisa tampil beda tentu kita harus selalu siap berubah dimana perubahan tersebut, salah satunya, bisa dimulai dengan melakukan definisi ulang atau redefine dari stakeholder kita. Jika semula, misalnya, stakeholder kita meliputi people, customer dan shareholder, maka pada poin customer ini yang perlu kita definisikan lebih luas lagi meliputi, customer dan customer's customer (pelanggannya pelanggan).

Dari keseluruhan catatan di atas, kita bisa belajar dan mulai menguji paradigma kita yang ada saat ini. Jika sebelumnya kita mempunyai paradigma "Kita harus selalu siap untuk berubah", maka dengan adanya catatan di atas, kita harus mempunyai pandangan "Seberapa cepat kita bisa berubah?"

Dan kembali lagi, fokus utama dari paradigma baru ini tentu saja kemampuan SDM yang ada saat ini. Seberapa cepat SDM bisa berubah?