Thursday, December 11, 2014

Redefining

Redefining...Ini barang jadul yang jarang disebut atau digunakan karena efeknya kerap memberi rasa tidak nyaman bagi si pengguna.

Redefining artinya kurang lebih mendefinisikan ulang. Buat saya arti bebas dari redefining adalah menemukan esensi baru dari sesuatu.

Mengapa redefining ini membuat tidak nyaman? karena dengan melakukan redefining kemungkinan besar kita akan berhadapan dengan perubahan dan tidak ada seorangpun yang nyaman dengan perubahan, termasuk saya.

Tetapi kita semua perlu menyadari bahwa redefining ini diperlukan karena jaman terus berkembang. Situasi dan kondisi juga terus berubah.Sehingga mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, sadar atau tidak sadar, proses redefining ini sebenarnya terjadi.

Pernah suatu ketika saya terlibat diskusi dengan seorang teman yang pada akhir diskusi tersebut dia menyimpulkan, "Yang duitnya lebih sedikit, minum teh panas di pagi hari saja sudah bisa bersyukur. Sebaliknya yang duitnya lebih banyak, minum jus aja masih sambil ngomel, entah kurang manislah, kurang ini lah, kurang itulah. Yang duitnya lebih sedikit seringkali malah terlihat lebih bahagia, hidupnya tanpa beban. Yang duitnya lebih banyak malah sering kali mengeluh duitnya kurang, harus cari pinjaman kemana lagi, dst dst dst. Jadi sebenarnya siapa yang kaya dan siapa yang miskin?"

Jadi kaya atau miskin ternyata tidak hanya melulu diukur dengan banyaknya harta (definisi lama) saja melainkan sudah berkembang menjadi masalah mentalitas (redefining arti kaya).

Pernah pula saya terlibat diskusi dengan teman yang lain, kali ini kami terlibat diskusi masalah Financial Freedom. Semua orang pasti ingin mencapai kondisi financial freedom. Tapi pernahkah terpikir oleh kita untuk mendefinisikan ulang arti dari Financial Freedom bagi kita masing-masing? Mengapa perlu definisi ulang? Karena Financial Freedom itu bukan berarti duitnya tidak ada serinya melainkan kondisi dimana penghasilan kita sudah mencukupi gaya hidup yang kita inginkan.

Financial Freedom tanpa batasan akan memberikan ruang untuk sifat greedy. Sifat greedy akan menyebabkan kita miskin secara rohani.

Jadi Financial Freedom itu bukan berarti punya duit yang ga ada serinya alias unlimited (definisi lama) melainkan kondisi dimana penghasilan kita mampu mencukupi gaya hidup yang kita inginkan (redefining arti Financial Freedom).

Ada lagi yang mau sharing mengenai pengalaman melakukan atau mendapatkan cerita tentang proses redefining?

Thursday, July 17, 2014

Piramida Terbalik Pada Komisi Agen Properti Yang Harus Kita Balik Lagi

Piramida Terbalik di Seputar Komisi Agen Properti Yang Harus Kita Balik Lagi

Pernah anda dengar kalimat berikut "semakin mahal sebuah properti semakin kecil komisi agen properti"?

Apakah anda termasuk yang meng-iya-kan kalimat tersebut?
Apakah anda termasuk yang menolak kalimat tersebut?
Apakah anda termasuk yang masih bimbang dengan kalimat tersebut?

mari kita senyum bersama sejenak untuk menghilangkan kebingungan kita dan bersama-sama menelusuri secara logis manakah yang seharusnya kita pilih dari ketiga kalimat atau ungkapan di atas.


KETENTUAN KOMISI AGEN PROPERTI MENURUT PEMERINTAH


Menurut peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 33/M-DAG/PER/8/2008 tentang Perusahaan Perantara Perdagangan Properti menetapkan besaran komisi untuk broker properti minimal 2 persen dari nilai transaksi.

Mengenai besaran komisi 2% ini saya masih mencoba menelaah mengenai proses perhitungannya sehingga bisa ditetapkan sebesar 2% tetapi memang masih belum saya temukan sumber yang resminya sehingga untuk sementara saya anggap (dan saya harap anda juga untuk sementara ini sepakat dulu dengan saya) sebagai konstanta saja bahwa MINIMAL komisi seorang agen properti adalah sebesar 2% dari nilai transaksi.


LOGIKA PENENTUAN BESARNYA KOMISI AGEN PROPERTI BERDASARKAN HARGA PROPERTI


Selama ini ada 2 kelompok besar dalam hal penentuan besarnya komisi agen properti :
1. Semakin mahal nilai properti semakin kecil komisi seorang agen properti
2. Semakin mahal nilai properti semakin besar komisi seorang agen properti

Pertanyaan mendasarnya adalah, "Sebagai seorang agen properti, manakah yang anda pilih?"

Tentu saja anda akan pilih no 2...

Hanya saja selama ini kita sulit mempertahankan pilihan kita karena kita belum bisa memberikan penjelasan logis kepada pihak vendor/owner/pemilik rumah. Mengapa? karena selama ini yang ada di benak masing-masing pihak (owner dan agen properti) adalah seperti di bawah ini :

1. Opsi 1 seringkali dipilih oleh pihak vendor/owner/pemilik rumah karena tentu saja bagi mereka sangat menguntungkan dengan memberikan komisi yang lebih kecil kepada agen properti
2. Opsi kedua  seringkali dipilih oleh agen properti karena tentu saja bagi merekasangat menyenangkan menerima komisi lebih besar daris sebuah transaksi properti.

Logikanya begini, didalam piramida jumlah penduduk berdasarkan level kekayaannya, Piramida paling atas (orang-orang kaya) jumlahnya jauh lebih kecil daripada piramida level bawah. Jadi :
1. Semakin mahal harga sebuah properti maka jumlah calon pembeli yang mampu membeli properti tersebut semakin sedikit.
2. Jumlah calon pembeli yang semakin sedikit mengakibatkan proses promosi yang dilakukan oleh seorang agen properti harus lebih masif lagi
3. Jumlah calon pembeli yang semakin sedikit mengakibatkan waktu tunggu properti tersebut terjual menjadi semakin panjang
4. Promosi yang harus lebih masif menyebabkan biaya untuk promosi menjadi lebih besar
5. Promosi yang harus lebih masif menyebabkan resiko yang lebih besar pada investasi untuk mempromosikan properti tersebut

Hal-hal di atas masih belum ditambah lagi resikonya jika sang pemilik memilih untuk mengikat komitmen kepada si agen properti dengan Surat Ijin Memasarkan properti saja alias open listing.


Poin-poin inilah yang harus kita jelaskan kepada vendor/owner/pemilik properti, tentu saja dengan bahasa yang lebih baik lagi.

Adalah tidak fair jika menganut "Semakin mahal harga sebuah properti semakin komisi agen properti" oleh karena itu sebagai agen properti kita semua harus sepakat bahwa PIRAMIDA YANG TERBALIK INI HARUS KITA BALIK LAGI BERSAMA-SAMA.

Bagaimana jika pihak vendor/owner/pemilik properti tidak menerima konsep ini? beginilah langkah-langkah komprehensifnya :
1. Edukasi dan sosialisasi selalu membutuhkan waktu selain usaha.
2. Kita harus berani menolak me-listing
3. Menunggu regulasi dari pemerintah yang juga harus didorong oleh AREBI bahwa agen properti harus mempunyai sertifikat profesi (lisensi) dan regulasi bahwa transaksi properti hanya bisa dilakukan oleh agen properti bersertifikat/Berlisensi.

Saturday, February 1, 2014

Kembali Ke Laptop

Jika melihat judulnya memang mirip ungkapan yang sering dikatakan oleh seorang komedian melalui suatu acara di televisi dimana dia menjadi host dari acara tersebut. Tetapi bukan itu yang saya ingin bahas di sini melainkan lebih kepada ajakan bahhwa di saat yang kita jalani mulai terlihat membingungkan ada baiknya kita kembali kepada dasar teori atau pengertian dasarnya, dalam hal ini yang ingin saya sampaikan adalah mengenai pemasaran.

Pada dasarnya pemasaran dan penjualan adalah berbeda. Adapun jika digabungkan, salah satunya dalam teori marketing mix, oleh bapak marketing Indonesia, menurut saya hal itu merupakan perkembangan dari teori dasar.

Kembali ke laptop.....

Pemasaran (bahasa Inggris: marketing), menurut "om wiki(pedia)",  adalah proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai barang atau jasa dalam kaitannya dengan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia.

Ada 3 poin besar yang saya tangkap dari definisi tersebut dan menurut saya ketiga poin tersebut saling berhubungan erat dan tidak dapat dipisahkan :
1. Penyusunan komunikasi terpadu
2. Tujuan untuk memberikan informasi mengenai barang atau jasa (produk)
3. Memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia


KOMUNIKASI

Pada poin pertama saya menangkap bahwa marketing adalah mengenai komunikasi antara marketer dan marketnya. Itulah sebabnya syarat menjadi marketer adalah harus bisa berkomunikasi.

Yang perlu disadar adalah, semua orang bisa berkomunikasi. meskipun orang tersebut tuna wicara. Hanya saja terkadang kita membandingkan level komunikasi kita dengan level komunikasi orang lain yang lebih tinggi dan kemudian kita menanggapi hasil perbandingan kita tersebut dengan tidak proporsional dan berakibat pada kesimpulan yang kurang positif. Akibatnya kita mengklaim diri kita sendiri bahwa kita tidak bisa berkomunikasi padahal yang namanya level itu pasti bisa ditingkatkan!!! Kita semua bisa berkomunikasi hanya perlu meningkatkan level berkomunikasinya!!!


INFORMASI PRODUK

Tujuan dari berkomunikasi adalah menjelaskan apa yang kita maksud kepada lawan komunikasi kita sehingga lawan komunikasi kita mengerti apa yang kita maksudkan. Dalam konteks kali ini tentu saja apa yang kita maksudkan tersebut adalah produk yang ingin kita pasarkan.

Seringkali dalam berkomunikasi kita lupa akan tujuan kita berkomunikasi dan kita terjebak dengan ego kita sehingga ujungnya komunikasi yang terjadi akan menjadi debat dan tujuan komunikasi tersebut melenceng menjadi menang atau kalah.Tetaplah berfokus pada tujuan kita berkomunikasi.

Kemudian, karena tujuan kita adalah berkomunikasi adalah supaya produk kita dimengerti oleh lawan komunikasi kita, tentunya kita juga harus mengerti bahkan memahami produk yang ingin kita komunikasikan tersebut. Singkat katanya, bagaimana mungkin kita bertujuan untuk membuat lawan komunikasi kita mengerti sesuatu yang kita sendiri tidak mengerti?


MEMUASKAN KEBUTUHAN DAN KEINGINAN MANUSIA

Pertanyaan mendasar dari segmen ini adalah, "Kebutuhan dan keinginan siapa yang harus terpuaskan ?"

Sekilas pertanyaan tersebut terkesan sangat mudah dijawab. Dengan melihat judul dari segmen ini saja sudah terjawab. Tetapi seringkali kita yang dengan sedemikian mudah menjawab pertanyaan tersebut masih saja melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan jawaban kita sendiri. Seringkali kita lebih memuaskan kebutuhan dan keinginan kita di dalam proses pemasaran yaitu kebutuhan dan keinginan untuk closing.

Tetaplah fokus dan sadari bahwa yang harus terpuaskan kebutuhan dan keinginannya adalah kebutuhan dan kepuasan pelanggan!!!

Hal lain yang perlu kita sadari adalah bahwa keinginan itu timbul setelah pelanggan merasa butuh, baik timbul atas kehendak pelanggan itu sendiri maupun timbul sebagai akibat komunikasi produk dari sang pemasar.

Dari pernyataan tersebut, menurut saya hal yang paling penting adalah menggali kebutuhan, menimbulkan rasa membutuhkan dan kemudian menimbulkan keinginan untuk memanfaatkan produk kita. Akibat dari keinginan pelanggan ini tentu saja proses penjualan akan menjadi lebih mudah.